Elegi sepenggal hari ( Sebuah Puisi)
Pagi, tatkala jalan
Membasa....
Kusaksikan puluhan perempuan desa
Menarik sabit
Terlilit kebaya
Berjalan riang
Bergandeng canda
Mentari menarik simpati
Siang, tetesan keringat
Menjatuh....
Usapan manja mencuat
Kerlingat mata perih tertutup
Mentari menerjang ganas
Senja, langkah bergegas
Kembali....
Gemerincing gelang terdengar
Gadis desa melipat selendang
Bersandar pada pohon lelahnya
Tak sadar, ia terlelap
Dan bencana itu datang
Kesuciannya pergi bagai mimpi
Membalut malam, menjemput kesengsaraan
Kini, ia hanya mampu
Menatap....
Namu diam, adalah pilihannya
Karena, petaka melahirkan kehinaan
Sedangkan ia tak pernah tahu
Dan tak akan ingin
Bukankah itu adalah kehendak-Nya juga?
Makassar, 1 desember 2005
Membasa....
Kusaksikan puluhan perempuan desa
Menarik sabit
Terlilit kebaya
Berjalan riang
Bergandeng canda
Mentari menarik simpati
Siang, tetesan keringat
Menjatuh....
Usapan manja mencuat
Kerlingat mata perih tertutup
Mentari menerjang ganas
Senja, langkah bergegas
Kembali....
Gemerincing gelang terdengar
Gadis desa melipat selendang
Bersandar pada pohon lelahnya
Tak sadar, ia terlelap
Dan bencana itu datang
Kesuciannya pergi bagai mimpi
Membalut malam, menjemput kesengsaraan
Kini, ia hanya mampu
Menatap....
Namu diam, adalah pilihannya
Karena, petaka melahirkan kehinaan
Sedangkan ia tak pernah tahu
Dan tak akan ingin
Bukankah itu adalah kehendak-Nya juga?
Makassar, 1 desember 2005