Belajar Dari Cerita Pohon (my dream)
"Hati adalah rahasia keindahan manusia karena di dalamnya ada keberkahan, ada perhiasan dan ada ketenangan bagi jiwa. keberkahan tumbuh dari akhlak yang mulia. perhiasan muncul dari pemikiran yang cantik sedang ketenangan muncul dari kepercayaan dan keyakinan. Dan tidak ada kecantikan bagi jiwa manusia, kecuali akhlak, pemikiran, dan keutamaan kepercayaan." (Musthafa Shadiq Ar-Rafi'ie)
Pohon selalu punya dua cerita
yaitu cerita daun dan cerita kulit
coba kamu perhatikan, daunan senantiasa melakonkan ritme kehidupan dimana setiap hari puluhan dari mereka akan gugur dan berganti tunas baru. Demikian halnya dengan cerita tentang kulit.
Awal kehadirannya, dia begitu halus, lunak dan segar. tetapi lama-kelamaan usia mengantarkannya pada batas, dimana dia harus berhenti berkembang dan akhirnya mengelupas dari pohonnya. Jika daun dan kulit sudah masanya pergi! Maka apalagi yang tersisa dari cerita sebuah pohon, selain asap bekas bakarannya atau kenangan akan sebuah pohon yang memberikan buah yang manis bagi para musafir. Tetapi bisa juga menyisakan kekesalan bagi pemiliknya, karena ternyata pohon tersebut menyembunyikan banyak benalu. meski sepintas, terlihat rindang dan hijau namun membinasakan pohon-pohon yang tumbuh disekitarnya. Dalam posisi yang demikian, cerita sebuah pohon akan menjadi kosong, padahal semestinya kepergiannya menyisakan romansa indah.
Lantas bagaimana dengan manusia? kayaknya cerita pohon ini dapat menjadi satu perumpamaan yang baik bagi manusia yang terlalu memuja keindahan fisiknya dan lupa pada keindahan rohaninya. padahal keindahan fisik (empiris) itu gak kekalkan? Lihat saja wajah yang dulunya halus, mulus karena setiap hari dirawat dengan berbagai produk kosmetik, toh akhirnya tidak bisa lari dari "keriput" kecuali jika pemiliknya mati muda. Artinya bagaimana pun manusia berusaha lari dari kejaran waktu, usia pasti akan membawa kita pada sebuah kenyataan dimana kita akan mendapati sosok kita "tua, reot, renta, keripu, dll". Lalu bagaimana dengan keindahan non fisik (rasional)? mampukah waktu merubahnya? Jawabanya pasti "iya"waktu juga akan mengubahnya. Tetapi tidak akan sama dengan perubahan yang di alami oleh keindahan empiris. Waktu akan mengantarkan keindahan rasional pada sebuah kematangan diri! Salah satu buktinya, "kesabaran, kelembutan, kecerdasan, dan kualitas keimanan" yang merupakan manifestasi dari keindahan rasional. menurut kamu akan terkikis seiring perjalanan waktu? nggak kan! Malah waktulah yang mebukakan ruang baginya untuk berproses dan berbenah diri menuju pribadi yang matang.
Salahkah manusia yang memiliki wujud keindahan empiris? Padahal itu juga merupakan anugerah dari Tuhan! Jawabannya pasti nggak juga kan! Tetapi meski itu juga adalah anugerah dari Tuhan, terkadang anugerah inilah yang menjauhkan manusia pada DIA sebagai sumber segala keindahan. Karena kesibukannya mengurus diri sendiri. Padahal keindahan empiris, sebenarnya adalah ujian dari-Nya sekaligus anugerah yang harus disambut dengan lafaz syukur yang terintegrasikan dalam perbuatan. Memiliki keindahan empiris bukanlah kesalahan dan alangkah baiknya jika keindahan ini dipadukan dengan keindahan rasional. Atau setidaknya kita belajar mencari jalan ke sana. Ingat ya... jika manusia mati, dia hanya akan meninggalkan "nama" serta kenangan yang menyertainya. Harum, tidaknya "nama" tiu tergantung pada perilaku si pemilik nama, semasa hidupnya!!!!
Pondok Biru, Kamis, 26 Oktober 2006 (23:55)
Pohon selalu punya dua cerita
yaitu cerita daun dan cerita kulit
coba kamu perhatikan, daunan senantiasa melakonkan ritme kehidupan dimana setiap hari puluhan dari mereka akan gugur dan berganti tunas baru. Demikian halnya dengan cerita tentang kulit.
Awal kehadirannya, dia begitu halus, lunak dan segar. tetapi lama-kelamaan usia mengantarkannya pada batas, dimana dia harus berhenti berkembang dan akhirnya mengelupas dari pohonnya. Jika daun dan kulit sudah masanya pergi! Maka apalagi yang tersisa dari cerita sebuah pohon, selain asap bekas bakarannya atau kenangan akan sebuah pohon yang memberikan buah yang manis bagi para musafir. Tetapi bisa juga menyisakan kekesalan bagi pemiliknya, karena ternyata pohon tersebut menyembunyikan banyak benalu. meski sepintas, terlihat rindang dan hijau namun membinasakan pohon-pohon yang tumbuh disekitarnya. Dalam posisi yang demikian, cerita sebuah pohon akan menjadi kosong, padahal semestinya kepergiannya menyisakan romansa indah.
Lantas bagaimana dengan manusia? kayaknya cerita pohon ini dapat menjadi satu perumpamaan yang baik bagi manusia yang terlalu memuja keindahan fisiknya dan lupa pada keindahan rohaninya. padahal keindahan fisik (empiris) itu gak kekalkan? Lihat saja wajah yang dulunya halus, mulus karena setiap hari dirawat dengan berbagai produk kosmetik, toh akhirnya tidak bisa lari dari "keriput" kecuali jika pemiliknya mati muda. Artinya bagaimana pun manusia berusaha lari dari kejaran waktu, usia pasti akan membawa kita pada sebuah kenyataan dimana kita akan mendapati sosok kita "tua, reot, renta, keripu, dll". Lalu bagaimana dengan keindahan non fisik (rasional)? mampukah waktu merubahnya? Jawabanya pasti "iya"waktu juga akan mengubahnya. Tetapi tidak akan sama dengan perubahan yang di alami oleh keindahan empiris. Waktu akan mengantarkan keindahan rasional pada sebuah kematangan diri! Salah satu buktinya, "kesabaran, kelembutan, kecerdasan, dan kualitas keimanan" yang merupakan manifestasi dari keindahan rasional. menurut kamu akan terkikis seiring perjalanan waktu? nggak kan! Malah waktulah yang mebukakan ruang baginya untuk berproses dan berbenah diri menuju pribadi yang matang.
Salahkah manusia yang memiliki wujud keindahan empiris? Padahal itu juga merupakan anugerah dari Tuhan! Jawabannya pasti nggak juga kan! Tetapi meski itu juga adalah anugerah dari Tuhan, terkadang anugerah inilah yang menjauhkan manusia pada DIA sebagai sumber segala keindahan. Karena kesibukannya mengurus diri sendiri. Padahal keindahan empiris, sebenarnya adalah ujian dari-Nya sekaligus anugerah yang harus disambut dengan lafaz syukur yang terintegrasikan dalam perbuatan. Memiliki keindahan empiris bukanlah kesalahan dan alangkah baiknya jika keindahan ini dipadukan dengan keindahan rasional. Atau setidaknya kita belajar mencari jalan ke sana. Ingat ya... jika manusia mati, dia hanya akan meninggalkan "nama" serta kenangan yang menyertainya. Harum, tidaknya "nama" tiu tergantung pada perilaku si pemilik nama, semasa hidupnya!!!!
Pondok Biru, Kamis, 26 Oktober 2006 (23:55)
iyyo tawwa makin bijaksana saja adikku yang satu ini..
Posted by muhammad kasman | 8:32 AM