KEKASIH PURNAMA ( Sebuah Prosa Liris)
Aku takkan memilikimu kekasih, takkan pernah memilikimu. Karena engkau adalah milik purnama yang merebah diharibaan waktu.
Yang selalu menerangi wajahmu dengan sejuk, sehingga bercahaya dalam tidur-tidur sepimu. Yang selalu menemani mimpimu dengan senyumnya dan mengajakmu pergi jauh ke alam-alam indah di balik awan. Memperkenalkanmu dengan para bidadari dengan menyebutkan bahwa engkau adalah kekasihnya yang akan mengisi istana surga.
Selalu mendekapmu, memelukmu di dinginnya malam, mencium harum rambutmu yang terurai sewaktu engkau terlelap. Ia adalah keperkasaan yang berwajah indah dan mampu memuaskan keinginan dalam hatimu. Ialah yang mampu menjagamu dengan semua anugerahnya, yang mampu mencuri hatimu, sewaktu kulihat engkau selalu memandangnya setiap malam. Dia yang benar-benar berjanji, dan menepati janji denganmu untuk selalu mendampingimu dengan setia, dan mengatakan akan mempersuntingmu dengan segera.
Bagaimanakah aku dapat mengalahkannya. Ia memiliki jiwa yang lebih suci dari diriku. Aku takkan mampu mengusirnya dari jendela kamarmu saat kalian sedang bercanda.
Sepinya aku kekasih, engkau bersama purnama di jiwa malam, bermain-main dalam kerinduan, sedang aku menunggumu untuk keluar dari kamarmu dengan berhias cantik, dengan tersisih. Ya, aku tersisih dari jemputan surga kepadamu.
Engkau membiarkanku pergi dengan gagal membawa cita-citaku yang sulit untuk memilikimu sepenuhnya, sepenuh hari-hariku dalam dunia ini, yang kurasakan sangat mendambakanmu ada di sampingku seterusnya, sedangkan aku belum mampu berjanji seperti janjinya purnama, dan tak mampu membawamu pergi ke istana-istana surga.
Aku tak kan memilikimu kekasih. Selama aku masih mengisi dunia ini, dan engkau masih melewati harimu di bumi ini.
Meskipun akan kita bangun rumah kita, yang berhalaman penuh bunga. Dan kita bangun ladang-ladang untuk menyemai dedaunan cinta, di musim yang menumbuhkan putik-putik yang akan menjadi buah-buah kasih. Meskipun aku telah memelukmu di setiap malamku dan menjagamu dari kedinginan dan kesepian. Meskipun aku memberikanmu putra-putri yang mengisi hidupmu dan menemani kebersamaan kita.
Di pergantian siang dan malam, silih berganti matahari dan bulan mengunjungimu dengan membawa janjinya kepadamu, yakni membawa cerita-cerita para bidadari yang bercanda di tepi telaga, tertawa riang dalam kebahagiaan.
Mereka tetap mengunjungimu meskipun aku juga mengunjungimu dengan setia. Aku merasakan kedekatan hatimu yang lebih kepada mereka, karena mungkin mereka telah menyenangkan hatimu dengan harapan bahwa engkau juga akan menjadi seorang bidadari surga yang cantik jelita. Sedangkan engkau tidak merasakan bahwa aku dapat menjanjikanmu hal yang serupa.
Di bumi, jalan-jalan terbentuk membentangi timur dan barat. Engkau pernah mengajakku pergi ke kota dan desa-desa.
Kulihat engkau tidak pernah merasakan hatimu menjadi puas berada dalam suatu tempat. Lalu kita mengejar timur dan barat untuk menemukan dimana kita akan bangun rumah kita, atau setidaknya kita bisa tinggal sementara waktu. Namun engkau terus mengajakku berjalan tanpa henti ke tujuan yang belum pernah pasti.
Letihnya aku kekasihku, menemani keinginan jiwamu yang gelisah. Apakah yang engkau cari, dimanakah tempat yang kau kehendaki. Tidakkah aku cukup berarti menjadi milikmu dan menjadi tempat engkau melabuhkan jiwamu di jiwaku, dan menjadi permata di samudera kehidupanmu.
Aku takkan memilikimu kekasih. Karena engkau akan pergi berangkat jauh. Meninggalkanku dalam dunia ini, dan tanpa mengetahui kapan kita akan bertemu kembali.
Mengapakah engkau akan meninggalkanku. Benarkah engkau akan pergi hanya kerena sebuah kematian yang pasti memisahkan kita. Kalau karena itu, maka aku akan cukup mengerti dan masih merasa gembira demi pertemuan esok setalah aku juga akan menyusulmu kesana.
Tapi aku sering mendengar lagu-lagumu di padang rerumputan sewaktu aku mencari kembang indah untukmu.
Kudengar suaramu dalam jiwaku, aku tahu itu adalah nyanyianmu yang mengatakan tentang perpisahan. Aku mendengar tentang rencana kepergianmu dari sisiku. Lagumu begitu sunyi menyentuh jiwaku..
Kau katakan mengapakah engkau tidak merasa bahagia dengan hari-hari, dengan pertemuan kita di kerinduan bisik jiwa. Engkau merasa telah dipanggil para bidadari di sebuah malam dengan jemputan purnama di jendela kamarmu.
Begitu inginkah engkau kekasih menjadi bidadari surga, yang bercanda di tepi telaga di semua kebahagiaan.
Pastilah begitu tidak berartinya jiwaku telah menjemputmu untuk berlari di atas bumi ini. Dan begitu tidak berharganya aku telah duduk di sampingmu mencoba menjadi sahabatmu yang setia. Masih berartikah kembang ini untukmu kekasih.
Aku sungguh tak berdaya untuk mengusir datangnya purnama dan jemputan para bidadari kepadamu. Aku sungguh tidak pantas menjadi pendampingmu bila engkau seorang bidadri yang akan hidup dalam keabadian. Di antara cahaya-cahaya kemuliaan surga dari pancaran Ilahi Yang Tinggi.
Sesungguhnya aku mengerti impianmu kekasihku. Sedari dahulu aku mengerti semenjak kulihat sang purnama berjalan bergandengan denganmu di suatu malam saat matamu menangis menatapi langit dengan doa-doa suci yang menyentuh awan dan jiwaku.
Masih sempatkah engkau menungguku kekasih. Untuk menyampaikan pesan kepada sang matahari, agar mengajariku untuk menjadi penjaga istana cahayamu kelak.
* * * * * * *
Yang selalu menerangi wajahmu dengan sejuk, sehingga bercahaya dalam tidur-tidur sepimu. Yang selalu menemani mimpimu dengan senyumnya dan mengajakmu pergi jauh ke alam-alam indah di balik awan. Memperkenalkanmu dengan para bidadari dengan menyebutkan bahwa engkau adalah kekasihnya yang akan mengisi istana surga.
Selalu mendekapmu, memelukmu di dinginnya malam, mencium harum rambutmu yang terurai sewaktu engkau terlelap. Ia adalah keperkasaan yang berwajah indah dan mampu memuaskan keinginan dalam hatimu. Ialah yang mampu menjagamu dengan semua anugerahnya, yang mampu mencuri hatimu, sewaktu kulihat engkau selalu memandangnya setiap malam. Dia yang benar-benar berjanji, dan menepati janji denganmu untuk selalu mendampingimu dengan setia, dan mengatakan akan mempersuntingmu dengan segera.
Bagaimanakah aku dapat mengalahkannya. Ia memiliki jiwa yang lebih suci dari diriku. Aku takkan mampu mengusirnya dari jendela kamarmu saat kalian sedang bercanda.
Sepinya aku kekasih, engkau bersama purnama di jiwa malam, bermain-main dalam kerinduan, sedang aku menunggumu untuk keluar dari kamarmu dengan berhias cantik, dengan tersisih. Ya, aku tersisih dari jemputan surga kepadamu.
Engkau membiarkanku pergi dengan gagal membawa cita-citaku yang sulit untuk memilikimu sepenuhnya, sepenuh hari-hariku dalam dunia ini, yang kurasakan sangat mendambakanmu ada di sampingku seterusnya, sedangkan aku belum mampu berjanji seperti janjinya purnama, dan tak mampu membawamu pergi ke istana-istana surga.
Aku tak kan memilikimu kekasih. Selama aku masih mengisi dunia ini, dan engkau masih melewati harimu di bumi ini.
Meskipun akan kita bangun rumah kita, yang berhalaman penuh bunga. Dan kita bangun ladang-ladang untuk menyemai dedaunan cinta, di musim yang menumbuhkan putik-putik yang akan menjadi buah-buah kasih. Meskipun aku telah memelukmu di setiap malamku dan menjagamu dari kedinginan dan kesepian. Meskipun aku memberikanmu putra-putri yang mengisi hidupmu dan menemani kebersamaan kita.
Di pergantian siang dan malam, silih berganti matahari dan bulan mengunjungimu dengan membawa janjinya kepadamu, yakni membawa cerita-cerita para bidadari yang bercanda di tepi telaga, tertawa riang dalam kebahagiaan.
Mereka tetap mengunjungimu meskipun aku juga mengunjungimu dengan setia. Aku merasakan kedekatan hatimu yang lebih kepada mereka, karena mungkin mereka telah menyenangkan hatimu dengan harapan bahwa engkau juga akan menjadi seorang bidadari surga yang cantik jelita. Sedangkan engkau tidak merasakan bahwa aku dapat menjanjikanmu hal yang serupa.
Di bumi, jalan-jalan terbentuk membentangi timur dan barat. Engkau pernah mengajakku pergi ke kota dan desa-desa.
Kulihat engkau tidak pernah merasakan hatimu menjadi puas berada dalam suatu tempat. Lalu kita mengejar timur dan barat untuk menemukan dimana kita akan bangun rumah kita, atau setidaknya kita bisa tinggal sementara waktu. Namun engkau terus mengajakku berjalan tanpa henti ke tujuan yang belum pernah pasti.
Letihnya aku kekasihku, menemani keinginan jiwamu yang gelisah. Apakah yang engkau cari, dimanakah tempat yang kau kehendaki. Tidakkah aku cukup berarti menjadi milikmu dan menjadi tempat engkau melabuhkan jiwamu di jiwaku, dan menjadi permata di samudera kehidupanmu.
Aku takkan memilikimu kekasih. Karena engkau akan pergi berangkat jauh. Meninggalkanku dalam dunia ini, dan tanpa mengetahui kapan kita akan bertemu kembali.
Mengapakah engkau akan meninggalkanku. Benarkah engkau akan pergi hanya kerena sebuah kematian yang pasti memisahkan kita. Kalau karena itu, maka aku akan cukup mengerti dan masih merasa gembira demi pertemuan esok setalah aku juga akan menyusulmu kesana.
Tapi aku sering mendengar lagu-lagumu di padang rerumputan sewaktu aku mencari kembang indah untukmu.
Kudengar suaramu dalam jiwaku, aku tahu itu adalah nyanyianmu yang mengatakan tentang perpisahan. Aku mendengar tentang rencana kepergianmu dari sisiku. Lagumu begitu sunyi menyentuh jiwaku..
Kau katakan mengapakah engkau tidak merasa bahagia dengan hari-hari, dengan pertemuan kita di kerinduan bisik jiwa. Engkau merasa telah dipanggil para bidadari di sebuah malam dengan jemputan purnama di jendela kamarmu.
Begitu inginkah engkau kekasih menjadi bidadari surga, yang bercanda di tepi telaga di semua kebahagiaan.
Pastilah begitu tidak berartinya jiwaku telah menjemputmu untuk berlari di atas bumi ini. Dan begitu tidak berharganya aku telah duduk di sampingmu mencoba menjadi sahabatmu yang setia. Masih berartikah kembang ini untukmu kekasih.
Aku sungguh tak berdaya untuk mengusir datangnya purnama dan jemputan para bidadari kepadamu. Aku sungguh tidak pantas menjadi pendampingmu bila engkau seorang bidadri yang akan hidup dalam keabadian. Di antara cahaya-cahaya kemuliaan surga dari pancaran Ilahi Yang Tinggi.
Sesungguhnya aku mengerti impianmu kekasihku. Sedari dahulu aku mengerti semenjak kulihat sang purnama berjalan bergandengan denganmu di suatu malam saat matamu menangis menatapi langit dengan doa-doa suci yang menyentuh awan dan jiwaku.
Masih sempatkah engkau menungguku kekasih. Untuk menyampaikan pesan kepada sang matahari, agar mengajariku untuk menjadi penjaga istana cahayamu kelak.
* * * * * * *