MUNAJAT KEFAKIRAN HAMBA ( Sebuah Puisi )
Bersama lengkingan waktu
Yang terus menjerit
Kurasa ada yang berlalu
Namun tak sanggup kupandangi
Lantaran dia terus memanggilku
Dibalik tirai usang yang pudar
Lalu kutanya pada hati
Apakah dia lapang
Pada pengkhianatan sumpah
Yang pernah kuucap
Saat segumpal janin
Mendiami rahim?
Lantas kudengar ia menjerit
Kucoba berkaca pada kilauan cermin
Namun balasannya adalah keretakan
Sehingga biasan cahaya sulit terpancar
Aku menjerit, sebab maaf juga
Ingin kupanggil
Layaknya mereka
Sekarang kurasa Tuhan semakin murkah
Karena kasihnya kutikam dengan
Keangkaraan nafsu
Padahal aku juga rindu usapan kasih-Nya
Lewat tangan taubatku yang kuulurkan
Dan kuharap dia akan menyambutnya
Dalam munajat kefakiran hamba
Makassar, 29 Oktober 2005, For my new friend..INDRA..
Yang terus menjerit
Kurasa ada yang berlalu
Namun tak sanggup kupandangi
Lantaran dia terus memanggilku
Dibalik tirai usang yang pudar
Lalu kutanya pada hati
Apakah dia lapang
Pada pengkhianatan sumpah
Yang pernah kuucap
Saat segumpal janin
Mendiami rahim?
Lantas kudengar ia menjerit
Kucoba berkaca pada kilauan cermin
Namun balasannya adalah keretakan
Sehingga biasan cahaya sulit terpancar
Aku menjerit, sebab maaf juga
Ingin kupanggil
Layaknya mereka
Sekarang kurasa Tuhan semakin murkah
Karena kasihnya kutikam dengan
Keangkaraan nafsu
Padahal aku juga rindu usapan kasih-Nya
Lewat tangan taubatku yang kuulurkan
Dan kuharap dia akan menyambutnya
Dalam munajat kefakiran hamba
Makassar, 29 Oktober 2005, For my new friend..INDRA..