« Home | Ada Pelangi Di Terik Mentari ( Sebuah Puisi) » | Aku Ingin Mencintai Dengan Sederhana ( Sebuah Puisi) » | Mencintai Dengan Sederhana (Sebuah Puisi) » | Altar Ego ( sebuah puisi) » | Telaga Berkisah ( sebuah puisi) » | JERAMI HIJAU (Sebuah Puisi) » | Elegi sepenggal hari ( Sebuah Puisi) » | Pendar risau (sebuah puisi) » | Senandung Pagi » | Senandung Angin (sebuah puisi) »

Di tengah Kabut Kutemukan Dia ( sebuah cerpen)

oleh : art 02



Udara pegunungan ternyata memang sangat sejuk, meskipun sesekali udara sejuk itu berubah menjadi dingin, namun bagi Tiara dan kawan-kawannya, hal itu nggak menjadi masalah. " Namanya juga Mahasiswa Pencinta Alam (MAPALA), harus kuat dong dan nggak boleh manja". Okey ….. sahut Elvira menyemangati Dianra yang mulai kehabisan tanaga saat mereka hampir mencapai puncak gunung Latimojong. Sebuah ekspedisi akhir tahun yang sangat mengasyikkan, ditambah lagi pemandangannya yang betul-betul alami dan tebaran edelways yang menebar pesonanya.

Tepat pukul 20.00 WITA rombongan MAPALA telah berhasil mencapai puncak gunung, tenda mulai dipasang, tungku dinyalakan dan suara canda tawa menggema meskipun pancaran kelelahan menghiasi wajah mereka." Kak Ryan, tenda yang diujung sana, buat kami berdua yach " sahut Tiara pada Ryan sebagai ketua rombongan. " Iya …. dech, tapi kalau kalian mau gabung sama anak cowok, nggak apa-apa juga sich " jawab Ryan dengan nada bercanda. " nggak mau, akh". Teriak Tiara dan Elvira secara serentak. Kebetulan dalam ekspedisi kali ini hanya mereka berdua, kaum hawa yang nekat ikut diantara delapan orang kaum adam.
Setelah tiga hari menghabiskan waktunya dipuncak gunung, akhirnya mereka bersepakat untuk kembali karena persediaan makanan sudah semakin menipis. Sesampainya di kaki gunung mereka memutuskan untuk beristirahat di kediaman pak kades. " Seabaiknya kalian istirahat dulu, soalnya di desa ini kendaraan hanya ada pada waktu-waktu tertentu, jadi kalian harus sabar yach" kata pak kades saat menerima tim MAPALA ini. Malam yang berkabut menyelimuti mereka yang sedang tertidur pulas. Namun hingga pukul dua belas malam mata Tiara enggan untuk terpejam. Sesekali ditatapnya tarian tirai jendela yang dipermainkan oleh angin dan sayup-sayup ia mendengar sebuah nada aneh. Rasa penasaran membaluti pikirannya. " Siapa yach, yang lagi melantunkan kalimat Ilahi ditengah malam begini?". Ia mencoba membuka tirai yang membatasi pandangannya dan diseberang sana terlihat jelas seorang wanita tengah melakukan sebuah ritual suci. Selang beberapa waktu terdengar lagi raungan yang begitu memilukan. Rasa penasaran Tiara semakin memuncak. Ia menoleh ke arah Elvira yang sedang terlelap. " Haruskah aku membangunkan dia". Tiara tidak tega mengganggu kawannya itu.

Lama Tiara berpikir sementara tangisan diseberang sana tidak kunjung reda. Didorong rasa ingin tahu Tiara berlari menembus tebalnya kabut malam mendekati sebuah surau, tempat asal suara itu. Tetapi saat Tiara menginjakkan kaki didepan pintu surau, seorang gadis berjubah putih berlari menjauhinya dan tenggelam ditelan kabut mala. Tiara tidak berkata apa-apa dan langsung kembali ke kediaman pak kades. Keesokan harinya saat mereka sedang berhadapan dengan sarapan pagi, beribu pertanyaan yang berpendar dibenak Tiara yang tak mampu dibendungnya. " Pak ….. semalam aku melihat seorang wanita di surau sana". Tanya Tiara pada pak kades. " Oh…. Dia itu wanita gila nak, nggak usah dipikirkan". " Akh …. masa sich pak, padahal semalam aku dengar ngajinya bagus banget dan tajwidnya juga benar". Tiara agak ragu dengan jawaban pak kades. " Dulu dia itu wanita yang pandai, tetapi setelah kuliah di kota, kata orang dia ikut ajaran sesat dan bertingkah yang aneh-aneh ditambah lagi penampilannya berubah total. Jadi orang tuanya memulangkan ke desa untuk menyembuhkan penyakitnya".
Mereka saling bertatapan dan mata mereka semakin memancarkan beribu tanya. " Aku nggak yakin wanita itu gila " Tiara mulai angkat bicara saat mereka melintasi tepi sungai didesa itu. " Terus rencana kamu apa Ti…" tanya Elvira " aku akan berusaha mendekati gadis itu". Elvira tersenyum karena dia tahu bangat siapa Tiara, gadis yang takkan pernah berhenti jika rasa penasarannya belum terjawab. Malam kembali menyapa dan membuai insan-insan dalam dekapannya. Tiara dan Elvira berusaha melawan rasa kantuknya. Mereka telah sepakat untuk membuka teka-teki tentang gadis itu malam ini. " Krik….krik….krik", sesekali suara jangkrik terdengar. " Ti…. sekarang sudah pukul tiga dini hari tapi kok, suara gais itu nggak kedengaran". " Aku juga heran dech, atau kita ke surau aja untuk memastikan gadis itu ada atau tidak" . Okey …..jawab Elvira.

Mereka melangkah menuju sebuah surau. Dan mereka sangat terkejut menyaksikan seorang gadis tengah duduk bersimpuh dengan linangan air mata. Tiara dan Elvira mendekati gadis itu dan mengucap salam secara bersamaan. Gadis yang disapa terperanjak karena dia tak tahu ada orang di surau ini selain dia. Gadis itu menjawab salam mereka dan bergegas pergi. Tiara mencoba menahan langkah gadis itu . " Jangan pergi", Tiara menggenggam tangannya." Apa sebenarnya yang terjadi" tanya Tiara. Gadis itu terdiam dan mutiara putih kini mulai terusik." Mereka nggak adil ….mereka nggak adil". Maksud kamu apa, siapa yang nggak adil. Elvira sangat penasaran. " Mereka menganggap aku gila, katanya aku sesat, mereka nggak mau terima aku dalam keadaan begini". Sambil memperlihatkan potret seorang gadis dengan balutan kerudung besar." Eh Ti ….inikan kak Istiqamah". Tiara memperhatikan potert itu dengan seksama dan ternyata benar, gadis yang berada di foto itu adalah kak Istiqamah, orang yang telah membuat Tiara dan Elvira mengenal diri dan kesucian agamanya. Orang yang telah menyelamatkan mereka dari lembah maksiat dengan penuh kasih. Gadis berjubah putih itu merangkul Tiara dan Elvira sambil berucap " akulah Istiqamah". Tiara dan Elvira tak kuasa menahan tangisnya. " Kami mencari kakak selama berbulan-bulan, tapi kami tidak menemukan kakak, ternyata kakak….." Elvira tak mampu melanjutkan ucapannya." Sudahlah dinda, perjuangan memang butuh pengorbanan, yang jelasnya tidak membuat kita lupa akan diri dan keyakinan kita".

Istiqamah tersenyum kepada kedua gadis dihadapannya kemudian berlalu pergi dan selaksa aura ketegaran terpancar diwajahnya." Akhirnya dalam tebalnya kabut malam kutemukan Dia" desah Tiara dalam hatinya.