Saban hari kian berganti
Demikian halnya
Dengan ranting-ranting pohon yang semakin menua
Masihkah engkau ukhtiku yang dulu?
Yang menyulam harapnya dengan indah
Menanti cemasnya di beranda Cinta
Menata akhlaknya di tengah rimbunan mawar putih
Meniti citanya di atas jembatan emas
Dan menyatukan akalnya dalam air mata hikma
Entah, mengapa ukhtiku sayang
Saat kutatap guguran daun menguning
Oleh angin sepoi senja
Aku tiba-tiba mengingatmu
Saat kita sama-sama berjuang
Menyuarakan kehendak kaum kita
Saat kita sama-sama berteriak lantang
Dengan pembesar suara, satu-satunya milik kita
Dan saat kita sama-sama saling menopang
Demi secuil senyum generasi kita
Ukhtiku sayang
Bisikan angin itu menghantarkan rindu
Walau dulu sempat kuberpikir
Apakah aku benar-benar sayang padamu?
Lantaran hadirnya sebuah kisah
Yang tak pernah kusangka didongengkan oleh putri suci sepertimu
Tetapi manusia bisa khilafkan?
Bisikku lagi menepis ketidakpercayaanku
Dan itulah kelemahan kaum kita
Yang terkadang terlalu diperbudak ‘rasa’
Sehingga sulit dibedakan
Antara memberi dan menerima
Antara CINTA dan suka
Ataukah antara sahabat dan kekasih
Walau begitu
Aku berusaha sayang padamu
Sebab kutahu di balik semua itu
Kita berdua menata asa
Untuk saling memahami dan berbagi
Sehingga gerbang maaf harus kita buka
Aku tak tega benci padamu
Walau saat itu ada sebilah sembilu yang menancap tajam
Karena kudengar kabar bintang
Bahwa puteri suciku, saat ini berusaha
Menata dan memaknai diri
Kusaluti kegigihanmu, saudariku
Ukhtiku sayang
Moga CINTA ini tak goyah lagi oleh cerita senja
Sehingga aku benar-benar yakin engkaulah saudari terbaikku
Karena sekali lagi aku sayang padamu
Dan tak ingin melihat tubuhmu semakin miris
Oleh tikaman perasaanmu sendiri
Jangan dengar kata orang!
Karena aku dan dia hanya merangkai persahabatan
Tak ada yang lebih
Tapi jika itu lagi-lagi menyulut mutiaramu tumpah
Aku akan membendungnya
Dengan gurauan-gurauanku, hingga mendung tersapu mentari
Aku akan selalu di sisimu, meskipun harus mengabaikan dia
Bukankah kita hidup untuk saling berbagi
Baik itu suka, maupun duka
Jangan pendam laramu sendiri, sebab aku ada disini
Uhktiku sayang
Tolong dengarkan lantunanku
Masihkah engkau seperti yang dulu?
Ataukah jati diri itu telah kau temukan?
Mungkin saat kita berjumpa lagi
Kuingin melihatmu lain dan lebih dari yang dulu
Uktiku
Selamat malam ya!
Saat ini udara terlalu dingin
Untuk aku berlama-lama
Menatap rembulan dibalik jendela
Dengarkan aku, sebelum matamu terpejam
Jika kelak ‘rasa’ yang membuat dulu kita sempat, jauh hadir lagi
Jemputlah ia, bak setetes air yang jatuh di telapak tanganmu
Tapi jangan coba kau perangkap ia dalam genggaman
Sebab air itu pasti akan merembes kesela-sela jarimu
Biarkan telapak tanganmu tetap terbuka
Agar ‘rasa’ itu tidak pergi kemana-mana
Bukankah CINTA bukan untuk dimiliki?
Ukhtiku sayang
Mungkin aku hanya mampu mengarang kisah dalam imajiku
Karena guguran daun ternyata berganti tunas baru
Banyangmu lagi-lagi hadir
Bahwa tak mungkin kisah kelam akan terluang lagi
Karena hingga sekarang aku masih yakin
Engkaulah ukhtiku yang tersayang
(pondok biru, kamis/ 6 Juli 2006)
Buat @####??? afwan ya..jika apa yang kulakukan selama ini membuatmu terluka. aku sayang padamu ukhti so jangan paksa aku untuk menebis rasa sayang itu.